Try using it in your preferred language.

English

  • English
  • 汉语
  • Español
  • Bahasa Indonesia
  • Português
  • Русский
  • 日本語
  • 한국어
  • Deutsch
  • Français
  • Italiano
  • Türkçe
  • Tiếng Việt
  • ไทย
  • Polski
  • Nederlands
  • हिन्दी
  • Magyar
translation

Ini adalah postingan yang diterjemahkan oleh AI.

durumis AI News Japan

Revitalisasi Perkotaan di Jepang dan Perubahan Ruang Publik: Peran Modal Swasta dan Perlunya Perencanaan Kota yang Seimbang

  • Bahasa penulisan: Bahasa Korea
  • Negara referensi: Jepang country-flag

Pilih Bahasa

  • Bahasa Indonesia
  • English
  • 汉语
  • Español
  • Português
  • Русский
  • 日本語
  • 한국어
  • Deutsch
  • Français
  • Italiano
  • Türkçe
  • Tiếng Việt
  • ไทย
  • Polski
  • Nederlands
  • हिन्दी
  • Magyar

Saat ini, di banyak area di sekitar kota-kota besar, pembangunan kembali sedang berlangsung dengan giat, dan ruang publik seperti taman juga mengalami perubahan. Fenomena ini sangat menonjol di Tokyo, Jepang, dengan contoh yang mencolok seperti Taman Minami-Ikebukuro (南池袋) dan Miyashita Park (MIYASHITA PARK).

Taman-taman ini memperlihatkan konflik yang terus-menerus antara ruang publik dan wilayah pribadi, memicu perdebatan mengenai 'komersialisasi ruang publik'. Apakah modal swasta benar-benar memainkan peran positif dalam menghidupkan taman dan menyuntikkan energi baru ke dalam kota? Atau justru merusak nilai dan tujuan keberadaan ruang publik itu sendiri?

Taman Minami-Ikebukuro dulunya merupakan tempat berkumpulnya banyak tunawisma. Namun, setelah pembangunan kembali, tunawisma diusir dan digantikan oleh kafe dan restoran yang bergaya. Dengan masuknya fasilitas komersial ke dalam taman, taman tersebut berubah menjadi tempat yang baru dan menarik, tetapi pada saat yang sama, nilai publik asli taman dan nilai sebagai ruang terbuka untuk semua memudar.

Miyashita Park dibangun di atas fasilitas komersial yang terhubung langsung dengan Stasiun Shibuya. Pengunjung dapat langsung naik dari pusat perbelanjaan indoor ke taman, dan di taman tersebut terdapat berbagai fasilitas seperti lapangan rumput, bangku, dan restoran. Miyashita Park telah menjadi tujuan wisata baru yang populer, tetapi beberapa pihak mengkritiknya, menganggapnya lebih sebagai bagian dari fasilitas komersial daripada taman sesungguhnya.

Seperti inilah, dengan masuknya fasilitas komersial ke dalam taman kota, perdebatan tentang fungsi dan nilai asli taman terus berlanjut. Sebagian pihak menilai positif bahwa modal swasta dapat menghidupkan taman, membuatnya lebih aktif dan ramai dikunjungi, namun di sisi lain, ada pula kritik bahwa taman yang dikomersialkan telah merusak nilai publik yang dimilikinya.

Terutama, dengan diterapkannya teknik yang disebut 'arsitektur yang tidak ramah' (hostile architecture) di taman-taman untuk mencegah masuknya kelompok tertentu seperti tunawisma, remaja, atau peselancar, muncul masalah terkait pembatasan akses dan keterbukaan ruang publik bagi semua orang. Hal ini kemudian memicu kritik bahwa hal tersebut merusak keberagaman dan inklusivitas kota.

Seperti yang telah dijelaskan, perdebatan seputar komersialisasi ruang publik, termasuk taman, semakin intensif. Meskipun modal swasta dapat memberikan energi baru, dampak negatif seperti penggerusan nilai publik, eksklusivitas, dan hilangnya identitas kota juga tidak bisa dianggap remeh.

Para ahli sepakat bahwa dalam pengembangan dan pembangunan kembali kota di masa mendatang, diperlukan perencanaan kota yang bijaksana yang tidak sepenuhnya menghindari komersialisasi ruang publik, tetapi juga mampu menyeimbangkan antara nilai publik dan komersial. Mereka juga menekankan pentingnya desain yang inklusif yang menjamin hak akses dan penggunaan ruang publik bagi semua orang.

durumis AI News Japan
durumis AI News Japan
durumis AI News Japan
durumis AI News Japan