
Ini adalah postingan yang diterjemahkan oleh AI.
Ketua Toyota Motor Menerima Gaji Tertinggi Sepanjang Masa Sebesar 1,622 Miliar Yen
- Bahasa penulisan: Bahasa Korea
- •
-
Negara referensi: Jepang
- •
- Lainnya
Pilih Bahasa
Gaji direktur Toyota Motor, Akio Toyoda, untuk tahun fiskal 2023 terungkap sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah perusahaan, mencapai 1,622 miliar yen (sekitar 140 miliar won Korea, US$ 10,11 juta). Hal ini terungkap dalam laporan sekuritas tahun fiskal 2023 yang dipublikasikan pada tanggal 25. Gaji direktur Toyoda meningkat sekitar 1,6 kali lipat dibandingkan tahun fiskal 2022 ketika ia menjabat sebagai presiden, yaitu 999 juta yen, menjadi 1,622 miliar yen pada tahun fiskal 2023. Terdapat 7 direktur yang memiliki kewajiban pengungkapan gaji sebesar 100 juta yen atau lebih, dengan Toyoda berada di peringkat tertinggi, diikuti oleh Koji Sato, presiden perusahaan, dengan 623 juta yen. Laba operasional Toyota pada tahun fiskal 2023 mencapai 5,3529 triliun yen, menjadi perusahaan Jepang pertama yang menembus angka 5 triliun yen.
Toyota Motor merupakan perusahaan yang mewakili Jepang dan memiliki pangsa pasar yang dominan di pasar otomotif global. Dengan kualitas dan teknologi yang unggul, Toyota Motor telah mendapatkan hati para penggemar otomotif di seluruh dunia dan terus mencatatkan pertumbuhan yang berkelanjutan. Akio Toyoda, presiden perusahaan, telah memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan Toyota Motor, dan kepemimpinannya diakui secara global. Gaji direktur Toyoda dapat diinterpretasikan sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya terhadap Toyota Motor dan harapan akan pertumbuhan perusahaan di masa depan.
Di sisi lain, gaji direktur di Jepang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Khususnya, gaji Akio Toyoda, presiden Toyota Motor, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Elon Musk, CEO Tesla. Hal ini dianalisis sebagai dampak dari budaya perusahaan dan suasana sosial di Jepang.
Jepang secara tradisional cenderung menahan gaji direktur, dan gaji yang terlalu tinggi dapat menuai kecaman sosial. Suasana sosial ini dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan Jepang enggan memberikan kompensasi yang memadai atas kinerja dan lebih cenderung mengejar stabilitas jangka panjang.
Namun, dalam situasi persaingan global yang semakin ketat, perusahaan-perusahaan Jepang dihadapkan pada tantangan untuk menerapkan sistem kompensasi yang berorientasi pada kinerja dan secara aktif merekrut talenta inovatif.