Ini adalah postingan yang diterjemahkan oleh AI.
Tradisi 'Kurasan Hitam' di Miyako, Jepang - Upaya Kelompok Pelestarian untuk Menjaga Kebiasaan Lama
- Bahasa penulisan: Bahasa Korea
- •
- Negara referensi: Jepang
- •
- Lainnya
Pilih Bahasa
Teks yang dirangkum oleh AI durumis
- 'Kurasan Hitam' di Miyako, Prefektur Iwate, adalah ritual tradisional yang telah diwariskan selama 700 tahun untuk memohon keselamatan dan kemakmuran desa. Pada tahun 1970-an, ritual ini hampir berhenti karena kekurangan tenaga kerja, tetapi pada tahun 1983, kelompok pelestarian didirikan dan ritual ini dinobatkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional pada tahun 1987.
- Saat ini, Kurasan Hitam terus dilakukan dengan berkeliling ke berbagai desa di Prefektur Iwate, dan kelompok pelestarian berupaya mewariskan tradisi tersebut kepada generasi muda dengan fokus pada para pemain Kurasan Hitam yang sudah tua.
- Terutama setelah Gempa Bumi dan Tsunami Tohoku pada tahun 2011, Kurasan Hitam terus aktif, menjaga tradisi sambil melakukan ritual peringatan untuk para korban bencana dengan cara tradisional, sehingga menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.
Bencana gunung berapi sering terjadi di wilayah timur laut Jepang, Prefektur Iwate, Miyako. Di sana, telah lama diwariskan tradisi 'Kuro Mori Kagura (くろもりかぐら)', sebuah ritual tradisional yang memohon keselamatan dan kemakmuran desa. Kuro Mori Kagura adalah seni tradisional yang kaya sejarah, yang diyakini telah dimulai sekitar pertengahan abad ke-14, sekitar 700 tahun yang lalu.
Kuro Mori Kagura dimulai di Kuil Kuro Mori di wilayah Yamaguchi, Miyako, dan berkeliling desa-desa terdekat. Desa-desa yang termasuk dalam rute perjalanan memiliki 'rumah Kagura' yang menyambut dan mengadakan ritual untuk rombongan Kagura, menyediakan akomodasi dan makanan. Kagura adalah ritual yang memohon keselamatan dan kemakmuran desa, sehingga penduduk desa menyambutnya dengan semangat dan keyakinan yang kuat.
Meskipun merupakan ritual tradisional, Kuro Mori Kagura tidak hanya berisi upacara permohonan sederhana, tetapi juga berbagai tarian dan cerita yang berasal dari fakta sejarah. Beberapa pertunjukan yang menonjol termasuk 'Ebisu Mai (えびすまい)' yang memohon panen yang berlimpah, dan 'Yamata no Orochi Taiji (やまたのおろちたいじ)' yang mengusir roh jahat. Selama periode perjalanan, mereka tampil dari pagi hari hingga tempat menginap berikutnya, melakukan ritual dengan sungguh-sungguh di setiap desa.
Namun, modernisasi dan penuaan populasi menyebabkan Kuro Mori Kagura terancam berhenti pada tahun 1970-an. Karena kaum muda meninggalkan desa dan kurangnya tenaga kerja rombongan Kagura, mereka pernah menghentikan perjalanan selama enam tahun pada saat itu. Untuk mengatasi hal ini, pada tahun 1983, para tetua di daerah Kuro Mori membentuk 'Asosiasi Pelestarian Kuro Mori Kagura' dan berusaha keras untuk mewariskan tradisi tersebut.
Berkat upaya Asosiasi Pelestarian, Kuro Mori Kagura ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional pada tahun 1987, dan terus dilakukan di berbagai desa di Prefektur Iwate hingga saat ini. Setiap tahun, sekitar awal tahun baru, mereka melakukan upacara penurunan roh di Kuil Kuro Mori, dan kemudian melakukan perjalanan ke desa-desa utara dan selatan secara bergantian selama 1-2 bulan.
Asosiasi Pelestarian berfokus pada anggota rombongan Kagura yang sudah tua dan berupaya keras untuk mewariskannya kepada generasi muda. Anggota rombongan Kagura yang lahir pada tahun 1970-an dan 1980-an bekerja keras untuk membina generasi penerus, tetapi masih belum ada anggota rombongan Kagura berusia 40-an. Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja, Asosiasi Pelestarian melakukan upaya untuk membina penerus dengan menyelenggarakan kegiatan seperti lokakarya pengalaman Kagura untuk kaum muda di daerah tersebut.
Untungnya, ritual Kagura dan semua propertinya tidak mengalami kerusakan selama Gempa Bumi Besar Jepang Timur. Sejak saat itu, Asosiasi Pelestarian terus melakukan kegiatan untuk menjaga tradisi sambil beradaptasi dengan perubahan zaman, termasuk melakukan upacara peringatan bagi korban bencana dengan cara tradisional.
Seorang pejabat Asosiasi Pelestarian mengatakan, "Kuro Mori Kagura adalah budaya tradisional yang diwariskan melalui kepercayaan dan upaya penduduk desa selama berabad-abad. Ini bukan sekadar pertunjukan, tetapi terkait erat dengan komunitas desa, sehingga harus kita wariskan." Semoga, dengan dukungan penduduk desa, Kuro Mori Kagura akan terus berlanjut di wilayah Iwate untuk waktu yang lama.